Bismillahirrohmaanirrohiim . . .


Belakangan ini otak sering berpikir, berpikir bagaimana membuat apa yang saya alami saat ini, apa yang saya dapatkan saat ini bisa saya tularkan kepada orang lain, kepada semua orang . . .


Yaitu nikmatnya iman, nikmatnya berislam . . .

Meski baru sedikit, namun hal itu sangat berharga . . .


Pikiran yang terlintas ketika itu adalah . . .

“Setiap kepercayaah, setiap akidah pasti mempunyai konsekuensinya masing-masing . . .”

Misalkan seperti ini, seseorang mempercayai adanya Tuhan ada kehidupan setelah kematian yang menuntut pertanggungjawaban, yang kemudian memiliki konsekuensi pencarian jati diri Tuhan itu melalui agama dan persiapan menuju kehidupan setelah kematian tersebut. Lalu ada seseorang lain yang meyakini Tuhan itu tidak ada dan tidak ada kehidupan setelah kematian.

Pada kasus tersebut, ketika kita memakai logika pedagang memilih percaya adanya Tuhan dan kehidupan setelah kematian adalah yang paling “menguntungkan”!! Karena kita akan siap menghadapi kehidupan setelah kematian, entah ada atau tidak kehidupan setelah kematian tersebut . . .

Kalo kita meyakini tidak ada kehidupan setelah kematian (yang pasti berefek pada ketidak siapan untuk mempersiapkan kehidupan setelah kematian, karena dianggap tidak ada), bagaimana kalau . . . kehidupan setelah kematian itu ada? Tentu ia akan sangat tidak siap dengan hal itu . . .


Orang yang tidak percaya adanya neraka, pasti ia secara tidak sengaja akan menuju kesana. Orang yang percaya pasti (tergantung taraf kepercayaannya) akan berusaha menghindarinya. Kalo kita memakai logika pedagang lagi, mempercayai adanya neraka itu lebih baik. Karena ada atau tidak kita akan selamat darinya . . .


Silahkan berhati-hati, tulisan saya diatas tidak bermaksud agar kita memakai logika pedagang ketika kita berakidah, berkepercayaan atau meyakini sesuatu. Hanya saja, saya bermaksud menunjukkan bahwa akidah / kepercayaan adalah sesuatu yang mengandung “resiko” dibalik tiap pilihannya. Ketika kita mengetahui ini tentu saja yang harus kita lakukan adalah mencari tahu dengan sebaik-baiknya akidah mana yang saya pilih, dengan dasar apa? Mengapa memilih itu? Bagaimana menjalaninya?


Dan tentu saja selalu berusaha mencari ilmu tentangnya dan tidak menjadi orang yang menutup diri dari informasi. Selalu meningkatkan kepercayaan dan keimanan kita, karena tiap kepercayaan / akidah yang saling bertentangan pasti akan saling mengganggu. Ketika kita tidak memiliki kekuatan keimanan tersebut, hal ini beresiko pada tumbangnya akidah kita dan berpindah kepada akidah yang lain . . .


Konsekuensi berakidah tidak hanya berdampak pada skala kecil kehidupan kita, namun berimbas pada kehidupan kita dimasa mendatang dan kehidupan kita setelah kematian.


Karena saya mempercayai kehidupan setelah kematian itu ada, Jannah dan Naar itu ada . . . dan Alloh subhanahuwata'ala itu ada (sangat jelas) dan Ia sangat mencintai kita, Ia sangat memperhatikan kita dan Ia sangat Berkuasa atas diri kita . . .


“Dan karunia Robb-mu mana lagi yang kamu dustakan?” (QS Ar-Rohmaan, isi dari sebagian suratnya)


Berakidah yang benar adalah sesuatu yang sangat penting, bahkan lebih penting dari apapun . . .

Hidup tanpa akidah yang benar, tanpa konsep Tauhid, bahwa tidak ada ilah selain Alloh, hanya seperti mayat hidup, yang berbuat seenaknya dan tanpa manfaat . . .


Terus belajar tentang akidah kita, terus mantapkan tauhid kita dan sampaikan kepada orang-orang disekitar kita . . .


“Dan tidak Ku-ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaku”(Adz-Dzariyat : 56)


Dan Alloh menyukai orang-orang yang selalu berpikir. Mari selalu berpikir tentang setiap perbuatan kita, juga tentang setiap isi pikiran kita . . . sudahkan kita “benar” melakukannya? Sudahkan kita menjalani hidup “untuk Alloh”?

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati