Tiba-tiba saya ingin menulis, tentang suatu fakta yang menarik. Lebih tepatnya penting untuk dikaji dan dicari solusinya. Fakta tersebut terkait dengan perasaan segan, malu, (mungkin) enggan. Perasaan ini muncul ketika 2 atau lebih orang teman memiliki hubungan baik. Ada teman satu kamar, sama-sama berbagi ruangan pribadi yang kecil, dan bahkan sama-sma tidur ditempat yang sama, hanya bersebelahan. Ada teman satu pengajian, yang setiap pekannya bertemu dalam forum, sama-sama belajar, saling berbagi cerita. Bahkan, pada dua orang saudara kandung. Kemudian, perasaan segan ini, (sayangya) tiba-tiba muncul ketika seorang ingin memberikan nasehat kepada yang lain, atau ketika seorang ingin mengajak yang lain kepada kebaikan.

“Saya itu ingin mengingatkan dia, teman sekamar saya, untuk bangun shubuh, mengajak sholat kemasjid, tapi saya nggak enak mengajaknya, rasanya malu gimanaa gitu”, katanya. Padahal sehari-hari, kamar mereka sama, aktivitas mereka sebagian besar sama, sering berdiskusi tentang kuliah, hobinya sama dan saya lihat keduanya sama-sama akrab. Tahu kan, tidak mudah mencari orang yang cocok menjadi teman sekamar. Entah kenapa tiba-tiba untuk hal baik semacam ini, tiba-tiba rasa akrab ini hilang. Sayang sekali, Subhanallaah, Maha Suci Allah dari yang semacam ini.

Atau pada kasus lain, bisa terjadi antara teman satu kontrakan, atau teman satu halaqah (pengajian berkelompok). Pada saat bertemu di forum, mereka saling akrab satu sama-lain, namun dilain kesempatan rasa segan dan malu muncul untuk saling mengingatkan satu-sama lain.

Mungkin juga terjadi antara pasangan suami dan istri. Saya belum dapat fakta ini secara langsung, hanya dari membaca dari buku-buku. Kasus yang sering terjadi, istri takut (lebih dari sekedar segan) untuk mengingatkan suaminya sholat berjama'ah, mengaji, dan sejenisnya. Terkadang juga suami merasa enggan untuk mengingatkan istrinya, ketika istrinya berdandan berlebihan, kurang menjaga pergaulan, atau yang semacamnya.

Sekali lagi ini fakta yang menarik, dan perlu dicari solusinya. Bila hal ini dibiarkan, maka akan sangat sulit untuk membiasakan “amar ma'ruf, dan nahy munkar”. Meskipun dengan sesama saudara seiman yang cukup dekat. Apalagi dengan muslim lain yang masih awam, ataupun dengan orang non-muslim.

Ada pula situasi lain yang mirip dengannya, seperti fakta bahwa ada (mungkin tidak banyak) seorang pemandu halaqah yang tidak ingin terlalu sering berinteraksi dengan peserta pemanduannya selain diluar halaqah. Saya ambil contoh, seorang calon pemandu dari suatu Jurusan di Kampus U lebih memilih peserta pemandunya dari Jurusan lain. Ada yang beralasan agar lingkup kenalan lebih luas, ini tidak masalah. Ada yang beralasan, agar tidak sering bertemu, nanti khawatir turun wibawanya dan berakibat buruk pada kepemanduan.

Fakta ketiga ini meski berbeda dengan yang pertama dan kedua, saya melihat akar permasalahannya sama.

Segan untuk menasehati, dan menjaga wibawa.

Kenapa segan menasehati? Bisa jadi karena pemberi nasehat merasa belum pantas memberi nasehat kepada temannya, padahal temannya itu tahu semua tentang baik dan buruknya. Untuk apa menjaga wibawa? Agar orang-orang mau mendengarkan ucapannya. Agar nasehatnya diterima, agar bisa memperbaiki orang lain.

Maka kita kembalikan semuanya kepada Allaah, sungguh, urusan amal kita, urusan perbuatan kita hanya untuk mencari kedudukan di sisi Allah, untuk menjaga “wibawa” kita di sisinya. Adapun menjaga aib kita, memperbaiki penampilan kita, hanya dalam rangka mempermudah kita. Mempermudah langkah kita untuk memperbaiki orang lain.

Luruskan niat, itu sangat penting. Allah sebagai tujuan, Allah sebagai satu-satunya yang ingin kita rebut perhatiannya. Ingin kita berikan padanya karya-karya kita. Amal-amal kita.

Urusan kita dengan makhluk, hanya dalam rangka, ingin mengajak mereka mendekati Allah. Hanya itu. Tidak lebih.

Maka tidak perlu terlalu pusing memikirkan citra kita dihadapan orang-orang, yang benar, kita menjaga akhlak, menjaga perbuatan, penampilan kita, hanya utuk menarik perhatian Allah. Agar Allah memudahkan orang-orang untuk mendengarkan nasehat dari kita.

Tidak perlu segan untuk menasehati. Berikan saja nasihat, ajak saja dia berbuat baik. Sambil kita terus memperbaiki diri. Kita juga harus terus memperbaiki cara kita memberi nasihat, sentuh hati mereka. Nasehati mereka. Orang-orang yang kita sayangi, dan orang-orang yang kita inginkan untuk berubah menjadi lebih baik.
Jika anda ingin menarik perhatian orang lain, maka dekatkan diri kepada Allah
rebut perhatianNya, cintai Dia
agar Ia menjaga aib kita, melembutkan akhlak kita, dan memperbaiki penampilan kita

Untuk pemandu halaqah yang kebetulan satu rumah dengan adik panduannya, atau kuliah ditempat yang sama, justru ini kesempatan yang baik untuk terus memperbanyak interaksi. Sehingga memudahkan pembinaan. Tidak hanya sekali sepekan, namun setiap hari kita bisa membina mereka. Dan, Alhamdulillah, kita bisa belajar juga dari mereka.

Untuk anda suami/istri, jangan bosan ingatkan pasangan anda, agar hubungan kalian berlangsung hingga ke surga. Agar anak-anak, saudara dan tetangga tertarik untuk ikut bersama kalian, bersama-sama mendekatkan diri kepada Allah.

Untuk anda seorang teman akrab, jika anda menyayangi teman anda, jangan menyerah untuk mengajaknya bersama dalam kebaikan.

Do'akan mereka, semoga Allah membukakan petunjuk, melembutkan hatinya, menerangi akalnya dan memberkahinya untuk menuju jalan kebaikan.

Untuk anda calon pasanganku, mari bersepakat, aku mencintaimu karena engkau mencintai Allah, engkau pun begitu. Jangan berhenti mencintaiku karena Allah, meskipun aku menjauh dariNya. Jangan berhenti, namun ajaklah aku untuk kembali mencintaiNya, karenanya akupun begitu.
Jika aku membuat Allah hilang dari cintaku, maka tinggalkan aku. Karena aku tak layak mendampingimu.


These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati