Ini malam pertamaku, di tempat selebar 1 lengan dan sepanjang badan. Sesak sekali, bahkan untuk sekedar bergelung memeluk lutut karena dinginnya alas tidur yang murni terbuat dari tanah...

Sore tadi, seluruh sanak keluarga, rekan-rekanku dan orang-orang kampung ramai mengantarku ke tempat ini. Jumlah mereka banyak, namun sepi. Mereka sedang berkabung kawan...

ya ... berkabung ...
aku lah yang mereka antar ke kuburan...

Rasanya baru beberapa detik lalu, rasa sakit itu terasa di sekujur tubuhku. Dimulai dari ujung kuku kakiku yang serasa dipukul palu dengan keras, lalu merambat ke atas betis, dipukuli oleh ribuan tongkat besi tumpul, disusul cabikan pedang berkarat yang mencabik setiap mili daging dikakiku, hingga habis bersisa hingga tulang.

Merambat terus naik ke bagian paha, keatas paha, perut, lalu dada
siksaan itu tidak berkurang sedikitpun sakitya. sabetan pedang berkarat itu bertambah cepat, tak memberiku kesempatan untuk pingsan sekalipun. Semestinya syaraf tubuhku menghentikan penjalaran rasa sakit itu, dan hanya menyisakan informasi sakit yang sedikit, diawal saja. Seharusnya, yang kurasakan sama seperti orang yang pingsan karena merasakan sakit yang luar biasa.

Tapi aku bukan sedang kecelakaan, atau sedang dipukuli oleh berandalan kampung.

ribuan pedang berkarat itu tidak tampak oleh orang-orang disekitarku, namun aku merasakan sakitnya. AKU BENAR-BENAR MERASAKANNYA... sakit, perih, berlipat-lipat. Pernah merasakan kuku ibu jarimu harus dicabut? hingga nampak kulit lembut dibawah kuku? lalu tusuk-tusuklah dengan jarum jahit. setelah selesai, siramlah dengan air garam. kalau itu disebut sakit, maka yang kurasakan SERIBU kali lebih sakit dari itu...

Nyawaku sedang dicabut keluar... tanpa permisi, tanpa pemberitahuan sedikitpun, dan tanpa perlu berhati-hati mencabutnya dari jasadku. Malaikat tahu, yang sedang ia cabut nyawanya, bukanlah orang yang istimewa, sehingga ia tidak perlu repot-repot memelankan prosesnya...

Keluargaku yang menyaksikannya mengira prosesnya hanya 5 menit saja. Bagiku seperti seratus tahun, untuk sekedar menunggu gerakkan malaikat mencabut nyawaku dari dada keluar dari mulutku. RASA SAKITNYA, TAK BERUBAH SEDIKITPUN.

Sudah 10 jam kejadian itu berlangsung, waktu yang cukup bagi keluargaku untuk menyelenggarakan pengurusan jenazahku, mengurus hutang-hutangku. Menyolatkanku, dan menguburkanku di tempat sempit ini. Mestinya pekuburan ini ramai. Karena banyak kuburan-kuburan lain di sekitarku. Namun bagiku sangat sepi...

Pelan-pelan terdengar suara gemuruh. Suara itu mendekat, seiring dengan goncangan pada alas tidurku dan papan kayu diatasku. Goncangan itu membuat punggungku tergencet papan, kakiku tertekuk dengan posisi aneh. Lututku seharusnya maju ke depan, aku malah merasakannya melengkung kebelakang. Krek, suara tulang patah.

Aku berteriak, keras sekerasnya,... Burung gagak hitam di atas kuburanku terbang melesat bersama dengan burung-burung lain yang bersarang di sekitarnya.

Adzabku dimulai malam ini kawan...

sebagaimana dijanjikan oleh dua sosok raksasa berwarna hitam, yang menemuiku selepas acara pekuburan selesai...

Mereka tak berkata banyak, sedikit bertanya, bahkan tanpa sempat kujawab... dan mereka berkata, "siksaanmu akan dimulai malam ini, rasakanlah wahai orang munafik..."

munafik? apa salah ku?

seekor ular berbadan sebesar batang pohon kelapa datang membelitku. Sesak, dadaku serasa mau pecah...

"Kamu memang telah shalat lima waktu, bahkan berjama'ah dan diawal waktu..." kepala ular mendekat ditelingaku, berbisik
"Namun kamu tidak ikhlash, kamu melakukannya dengan malas. Kamu melakukannya agar dipuji oleh orang-orang disekitarmu. Oleh anak-anak santri yang kau ajari... Rasakanlah ini..."

"Kamu selalu mengajarkan kebaikan kepada orang-orang disekitarmu, tapi kamu sendiri melupakanya."

"kamu baca qur'an, banyak ayat yang kau baca tiap harinya, namun hanya lewat tenggorokanmu saja, tidak pernah kamu amalkan dan kamu renungkan..."

"Kamu berdakwah, tapi malas untuk belajar berdakwah. Hingga omonganmu terasa manis oleh murid-muridmu, tapi kering dari ilmu. tanpa makna..."

"Kamu pandu mereka, teman-temanmu tiap pekan, tapi kamu sendiri tidak serius membina dirimu sendiri..."

"Ucapanmu tidak konsisten."

"Waktumu banyak tersia-sia"

"Malammu kau habiskan dengan tidur"

"Siangmu kau lalui dengan malas"

"DAN KAMU SELALU MERASA KAMU AKAN MASUK SURGA DENGAN MUDAH??!!!!"


"Yang paling parah... kau tampakkan ibadahmu, namun kamu tidak bertambah takut kepada Allah. Begitu kamu sendirian, mulailah kamu bermaksiat kepadaNya, tanpa peduli bahwa Ia melihatmu, bahwa malaikatNya mencatat seluruh maksiatmu..."

"Lalu kamu bertobat, ya, kamu memang bertobat..."

"Lalu kamu lakukan lagi maksiat yang sama, bahkan lebih buruk lagi..."

"Bahkan tanpa rasa malu kepadaNYA kamu lakukan ritual MAKSIAT dan TOBAT SAMBALmu berulang kali, tanpa pernah berubah..."

"TOBATMU yang kau jadikan mainan itu tidak akan diterima olehNYA, karenanya rasakanlah adzab kuburmu ini"

"Sungguh, kiamat itu sudah dekat, tapi akan terasa lama olehmu karena adzab-kubur yang akan kau terima..."

"Pintu neraka akan ditampakkan padamu, sebagaimana pintu surga akan ditampakkan pula oleh orang-orang yang beriman"

"Namun, kau hanyalah orang MUNAFIK"...

"Tahukah kamu, dimana orang MUNAFIK tinggal?"

"Tentu kau tahu bukan?" "Kau telah membacanya di Al-Qur'an, kalam Allah ta'ala"


"Innal munafiqiina fi darqil asfali minannaar..."

"Sesungguhnya orang munafik itu, berada di dasar neraka"



jariku tak mampu melanjutkan tulisan ini....

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati