Archives

Malam takbiran edisi TKA-TPA Masjid Nurul 'Adn



Alhamdulillaah, ketemu lagi dengan hari raya, diantara dua hari raya tahunan >> 'Iedul Adha
Tahun ini, masih seperti tahun kemarin, saya bersama anak-anak merayakannya di Kricak Kidul, di Masjid Nurul 'Adn. Tempat yang sama, banyak hal yang berbeda. Rekan-rekan ustadz atau ustadzah yang berbeda, yang lain sudah mulai bekerja, akan menikah, dan melanjutkan perjalanan hidupnya. Yang baru, datang menggantikan.

Malam takbiran juga, acaranya sama seperti tahun lalu, bedanya, muncul pemaknaan lain di 'iedul adha kali ini. Santri-santri tpa, masih seperti tahun lalu, ramai berkeliling. antusias sekali. Tapi jangan bayangkan mereka ramai bertakbir, ndak juga. Yang putra, lebih konsentrasi menabuh rebana, mau iramanya nggak nyambung dengan alunan takbir, tak masalah. Bahkan yang lelah menabuh dengan tangan, sandal jepit pun jadi. Kulit kambing bulat itu, jadinya digebuki pakai sandal. Setidaknya, kali ini lebih baik, tidak muncul lagi lagu "balonku ada lima"  dari mereka. Soalnya lagu itu muncul pas idul fitri kemarin :). ah, anak-anak, ada2 saja. Dan ternyata, mereka mahir sekali ketika memainkan irama untuk lagu bersejarah itu.

Kalau kita yang sudah terlanjur dewasa, apa-apa serba di pikir. Hmm, takbiran keliling, ah bikin lelah saja. Lagian takbiran keliling 'iedul adha kan tidak seramai idul fitri, ndak usah saja. Lagipula, anak-anak juga tidak sungguh-sunguh melantunkan takbirnya.

ya iyalah,

Mereka butuh belajar. Termasuk belajar untuk mencintai segala macam bentuk ibadah-ibadah yang diajarkan sehari-hari. Meski motivasi berangkat TPA hanya karena ingin bermain dengan temannya, atau lebih baik lagi ingin membaca iqro (dan itu artinya, begitu selesai membaca satu halaman iqro, maka ia akan bermain sepuasnya, tak peduli ustadznya mengingatkan, atau memberi tugas lain), dan saya kira ndak ada yang benar-benar murni karena ingin belajar.

nah, para pengajar harus tahu itu. Tugas berat mengajar anak-anak, adalah memanfaatkan kedatangan mereka seoptimal mungkin untuk mengajari mereka untuk mencintai Allah dan mencintai ibadah.

Ada yang berpendapat mengajar TPA tidak penting?

Ada, tentu saja, buktinya sekarang ini, banyak masjid2 yang kesulitan mencari takmir (atau lebih tepatnya mahasiswa penjaga masjid), yang bersedia meluangkan waktunya, tenaganya, emosinya, usianya, dan merelakan emosinya dibawa naik halilintar, atau bungee jumping, atau dibuat cenat-cenut kepalanya, gara-gara meladeni anak orang? Semoga Allah merahmati para pengajar TPA...

Bagi saya, ini penting. Meski pekerjaan ini, hanya senilai setetes air, dari seluruh lautan, jika dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan besar lainnya. Ya tentu saja, berbeda antara dakwah di TPA dengan menjadi aktivis LDK, yang mengurus urusan NEGARA, PEMERINTAHAN, atau yang lainnya. Mengadakan seminar nasional, training kepemimpinan atau semacamnya. tentu berbeda, saya juga berpendapat, mewah sekali kegiatan dakwah itu. Saya pernah merasakannya juga.

Mengajar TPA itu berarti, mempersiapkan sejak dini, kader-kader pejuang dakwah selanjutnnya. Hmm, sepertinya terlalu berlebihan ya, hehehe. Paling ndak, membuat sebanyak mungkin peluang hidayah dari Allah, datang ke mereka. Semoga bisa melalui kita

atau, dari segi pribadi,

Mengajar TPA itu berarti, melatih keikhlasan kita beramal. atau bisa berarti, memenuhi kebutuhan kita untuk beramal, berdakwah. (Dakwah itu kebutuhan, karena kita wajib melakukannya). atau melatih kita untuk membina keluarga nanti, atau menguasai seni tampil polos apa adanya, dengan tetap mengontrol akhlak dihadapan mereka, atau ingin tetap awet muda, karena bergaul dengan anak kecil :).

Yang paling penting, semahir apapun pengajar menguasai anak-anak, sepandai apapun dia mengajar. Hanya Allah-lah yang memberikan hidayah kepada mereka, dan memberikan pertolongan kepada kita.

Bagi anda, termasuk da'i, pembina mentor, guru, ustadz dan para penyeru kebaikan. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah memperbaiki terus hubungan kita dengan Allah, ikhlaskan semuanya kepada Allah. Karena hanya karena Allahlah, seruan kita didengar oleh orang lain. Aib kita ditutupi, sehingga Allah memudahkan orang lain untuk mendengarkan kita, dan yang paling penting, membuat kita tidak perlu berpusing-pusing untuk jaim (jaga image, atau wibawa), dihadapan mereka. Yang ada kita menjaga sikap, menjaga perilaku, dan tentu saja ibadah, hanya karena Allah. Adapun wibawa kita naik dihadapan orang lain, hanya untuk mempermudah ajakan dan seruan kebaikan kita untuk diterima oleh mereka.

Amalan hati, jauh lebih utama dari amalan fisik.

kok sampai sini?

Menjaga amalan hati itu penting, karena mempermudah para pemuda yang sedang berdakwah, untuk bersikap sewajarnnya ketika terpaksa harus terlibat dengan akhwat misalnya (sholehah, baik akhlaknya, keibuan, dan cantik lagi, ... saya yakin cenat-cenut pasti, kalau pemuda ini normal ya :)).

Kembali ke mengajar TPA. Mengajar TPA itu unik, apalagi kalau pengajar pemuda, mendapatkan santrinya putri-putri semua, (saya juga begitu), sudah baligh semua (note, ketahuilah anak perempuan mulai haid sekitar 12 tahun, dan itu berarti sekitar kelas 5-6 SD). Jadilah, pusing menjaga dari sentuhan, mereka juga belum terbiasa berjilbab. atau santri perempuan yang suka dekat-dekat dengan pengajarnya, kemudian mencubit, atau memgang, karena sekedar bercanda. Mereka perempuan, mereka terbiasa melakukan kontak sentuhan dengan teman-temannya, tentu berbeda dengan santri laki-laki. atau tiba-tiba terjadi konflik perasaan, seperti pertengkaran antar teman, dengki-mendengki (meskipun level anak-anak). Mereka perempuan, mereka tumbuh dengan komunikasi yang intens, terkadang ucapannya tidak bisa dikontrol. Emosinya tidak terjaga. Sudah beberapa kali saja konflik seperti ini terjadi.

Mengajar TPA itu unik, karena kita harus berurusan dengan yang semacam ini.

Dan malam ini, saya mengenang semuanya, dengan senyuman . . .
Menjadi pengajar TPA, tak bisa seterusnya, minimal tidak bisa seterusnya di tempat ini.

life must go on, dan Allah menyediakan bumi yang luas, orang yang bermacam-macam, dan yang paling penting,

Allah menyediakan misi, untuk dikerjakan, untuk diupayakan, bukan HARUS diselesaikan. Karena Dia sendiri yang akan menyelesaikannya, melalui orang-orang pilihanNya. Dan saya, kita, harus berusaha agar kita dipilihnya...

“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa tetap kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Segan untuk menasehati, sebuah nasehat untuk yang segan





Tiba-tiba saya ingin menulis, tentang suatu fakta yang menarik. Lebih tepatnya penting untuk dikaji dan dicari solusinya. Fakta tersebut terkait dengan perasaan segan, malu, (mungkin) enggan. Perasaan ini muncul ketika 2 atau lebih orang teman memiliki hubungan baik. Ada teman satu kamar, sama-sama berbagi ruangan pribadi yang kecil, dan bahkan sama-sma tidur ditempat yang sama, hanya bersebelahan. Ada teman satu pengajian, yang setiap pekannya bertemu dalam forum, sama-sama belajar, saling berbagi cerita. Bahkan, pada dua orang saudara kandung. Kemudian, perasaan segan ini, (sayangya) tiba-tiba muncul ketika seorang ingin memberikan nasehat kepada yang lain, atau ketika seorang ingin mengajak yang lain kepada kebaikan.

“Saya itu ingin mengingatkan dia, teman sekamar saya, untuk bangun shubuh, mengajak sholat kemasjid, tapi saya nggak enak mengajaknya, rasanya malu gimanaa gitu”, katanya. Padahal sehari-hari, kamar mereka sama, aktivitas mereka sebagian besar sama, sering berdiskusi tentang kuliah, hobinya sama dan saya lihat keduanya sama-sama akrab. Tahu kan, tidak mudah mencari orang yang cocok menjadi teman sekamar. Entah kenapa tiba-tiba untuk hal baik semacam ini, tiba-tiba rasa akrab ini hilang. Sayang sekali, Subhanallaah, Maha Suci Allah dari yang semacam ini.

Atau pada kasus lain, bisa terjadi antara teman satu kontrakan, atau teman satu halaqah (pengajian berkelompok). Pada saat bertemu di forum, mereka saling akrab satu sama-lain, namun dilain kesempatan rasa segan dan malu muncul untuk saling mengingatkan satu-sama lain.

Mungkin juga terjadi antara pasangan suami dan istri. Saya belum dapat fakta ini secara langsung, hanya dari membaca dari buku-buku. Kasus yang sering terjadi, istri takut (lebih dari sekedar segan) untuk mengingatkan suaminya sholat berjama'ah, mengaji, dan sejenisnya. Terkadang juga suami merasa enggan untuk mengingatkan istrinya, ketika istrinya berdandan berlebihan, kurang menjaga pergaulan, atau yang semacamnya.

Sekali lagi ini fakta yang menarik, dan perlu dicari solusinya. Bila hal ini dibiarkan, maka akan sangat sulit untuk membiasakan “amar ma'ruf, dan nahy munkar”. Meskipun dengan sesama saudara seiman yang cukup dekat. Apalagi dengan muslim lain yang masih awam, ataupun dengan orang non-muslim.

Ada pula situasi lain yang mirip dengannya, seperti fakta bahwa ada (mungkin tidak banyak) seorang pemandu halaqah yang tidak ingin terlalu sering berinteraksi dengan peserta pemanduannya selain diluar halaqah. Saya ambil contoh, seorang calon pemandu dari suatu Jurusan di Kampus U lebih memilih peserta pemandunya dari Jurusan lain. Ada yang beralasan agar lingkup kenalan lebih luas, ini tidak masalah. Ada yang beralasan, agar tidak sering bertemu, nanti khawatir turun wibawanya dan berakibat buruk pada kepemanduan.

Fakta ketiga ini meski berbeda dengan yang pertama dan kedua, saya melihat akar permasalahannya sama.

Segan untuk menasehati, dan menjaga wibawa.

Kenapa segan menasehati? Bisa jadi karena pemberi nasehat merasa belum pantas memberi nasehat kepada temannya, padahal temannya itu tahu semua tentang baik dan buruknya. Untuk apa menjaga wibawa? Agar orang-orang mau mendengarkan ucapannya. Agar nasehatnya diterima, agar bisa memperbaiki orang lain.

Maka kita kembalikan semuanya kepada Allaah, sungguh, urusan amal kita, urusan perbuatan kita hanya untuk mencari kedudukan di sisi Allah, untuk menjaga “wibawa” kita di sisinya. Adapun menjaga aib kita, memperbaiki penampilan kita, hanya dalam rangka mempermudah kita. Mempermudah langkah kita untuk memperbaiki orang lain.

Luruskan niat, itu sangat penting. Allah sebagai tujuan, Allah sebagai satu-satunya yang ingin kita rebut perhatiannya. Ingin kita berikan padanya karya-karya kita. Amal-amal kita.

Urusan kita dengan makhluk, hanya dalam rangka, ingin mengajak mereka mendekati Allah. Hanya itu. Tidak lebih.

Maka tidak perlu terlalu pusing memikirkan citra kita dihadapan orang-orang, yang benar, kita menjaga akhlak, menjaga perbuatan, penampilan kita, hanya utuk menarik perhatian Allah. Agar Allah memudahkan orang-orang untuk mendengarkan nasehat dari kita.

Tidak perlu segan untuk menasehati. Berikan saja nasihat, ajak saja dia berbuat baik. Sambil kita terus memperbaiki diri. Kita juga harus terus memperbaiki cara kita memberi nasihat, sentuh hati mereka. Nasehati mereka. Orang-orang yang kita sayangi, dan orang-orang yang kita inginkan untuk berubah menjadi lebih baik.
Jika anda ingin menarik perhatian orang lain, maka dekatkan diri kepada Allah
rebut perhatianNya, cintai Dia
agar Ia menjaga aib kita, melembutkan akhlak kita, dan memperbaiki penampilan kita

Untuk pemandu halaqah yang kebetulan satu rumah dengan adik panduannya, atau kuliah ditempat yang sama, justru ini kesempatan yang baik untuk terus memperbanyak interaksi. Sehingga memudahkan pembinaan. Tidak hanya sekali sepekan, namun setiap hari kita bisa membina mereka. Dan, Alhamdulillah, kita bisa belajar juga dari mereka.

Untuk anda suami/istri, jangan bosan ingatkan pasangan anda, agar hubungan kalian berlangsung hingga ke surga. Agar anak-anak, saudara dan tetangga tertarik untuk ikut bersama kalian, bersama-sama mendekatkan diri kepada Allah.

Untuk anda seorang teman akrab, jika anda menyayangi teman anda, jangan menyerah untuk mengajaknya bersama dalam kebaikan.

Do'akan mereka, semoga Allah membukakan petunjuk, melembutkan hatinya, menerangi akalnya dan memberkahinya untuk menuju jalan kebaikan.

Untuk anda calon pasanganku, mari bersepakat, aku mencintaimu karena engkau mencintai Allah, engkau pun begitu. Jangan berhenti mencintaiku karena Allah, meskipun aku menjauh dariNya. Jangan berhenti, namun ajaklah aku untuk kembali mencintaiNya, karenanya akupun begitu.
Jika aku membuat Allah hilang dari cintaku, maka tinggalkan aku. Karena aku tak layak mendampingimu.


These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Followers!!