Archives

5 menit lebih



Berapa menit jam tangan atau hapemu dipercepat?

5 menit, mungkin ada yang lebih, rata-rata 5 menit lebih. Lebihnya macam-macam, HP saya sendiri 5 menit (saya tidak punya jam tangan). Temen saya yang keren malah 1jam 45 menit lebihnya. Kakak disamping kanan saya 10 menit. hmmm... masih dalam kategori 5 menit lebih.

sumber : http://www.indonesiarayanews.com/sites/default/files/styles/caption/public/072012/jam_new.jpg

Saya iseng-iseng survey orang-orang tentang penunjuk waktu mereka. Lebih tepatnya liat di kaskus, kebetulan ada survey yang membahas itu. Mohon maaf surveynya baru sedikit sampelnya. Dari 58 orang berikut datanya :

Yang diperlambat dari jam sebenarnya = 3 orang atau 5,17 %
Pas, tidak lebih dan tidak dikurangi = 14 orang atau 24,13 %
Dipercepat kurang dari 5 menit = 1 orang 1,72 %
Dipercepat 5 menit = 12 orang atau 20,69 %
Dipercepat 10 menit = 11 orang atau 18,96 %
Dipercepat 15 menit = 10 orang atau 17,24 %
Dipercepat 20 menit = 2 orang atau 3,45 %
Dipercepat 25 - 30 menit = 9 orang atau 15,51 %
dipercepat lebih dari 30 menit = 1 orang atau 1,72 %, diitambah temen saya yang keren jadi 2 orang

sumber : http://archive.kaskus.co.id/thread/14947640/

Well, saya tidak tahu alasanpasti penyebab orang-orang melakukan penambahan pada penunjuk waktu mereka. Kalau saya sendiri karena agar saya tidak terlambat, karena menggunakan penunjuk waktu yang dipercepat lima menit itu. Sepertinya orang lain juga sama. Beberapa responden di kaskus mengatakan agar lebih disiplin, agar lebih santai. Namun banyak juga yang mengatakan, percuma saja dipercepat, kalau ternyata sudah tahu bahwa penunjuk waktu tersebut sudah dipercepat. Nggak ngefek

Kenyataannya saya pernah terlambat. biasanya 5 menit lebih terlambatnya. Baik ketika kuliah, halaqah, atau janjian lain. Alasannya, karena baru berangkat mendekati waktu janjian. Dan juga kurang memperkirakan waktu untuk perjalanan dan persiapan. Para responden kaskus juga beberapa tetap saja terlambat, meskipun tidak semua.

Ini semacam paradoks, banyak orang yang mempercepat jam tangan atau penunjuk waktu, namun tetap saja banyak orang yang terlambat. Sama paradoksnya seperti, banyak orang yang mengebut di jalan raya, namun banyak orang yang terlambat.

Sampai disini tidak ada masalah. Kalau hanya terkait dengan urusan pribadi masing-masing. Terkait dengan jam-tangan masing-masing.

Namun tidak berhenti sampai disitu. Hanya satu dari lima orang yang memilih menyetel jamnya dengan tepat. Empat dari lima orang yang lain, dan itu berarti 750ribu orang dari 1000 orang penduduk, atau 150juta orang di Indonesia dari 200juta penduduknya yang mempercepat jamnya. Dan lazimnya masyarakat, pemikiran yang mayoritas akan mempengaruhi kehidupan secara umum.

Tak usah jauh-jauh, 75% itu termasuk juga para pengurus masjid, atau takmirnya, atau sekedar orang yang suka adzan dimasjid. Jadi, silahkan anda periksa, kebanyakan masjid adzan 5 menit lebih cepat dari jadwal seharusnya. Tentu saja jika jam tangan anda tidak dipercepat. :)

Ini menjengkelkan sekali, saat saya (jadi takmir masjid) berusaha tepat waktu untuk adzan, mesjid lain mendahului, dan jama'ah masjid akan dengan segera menyuruh adzan, padahal belum waktunya. Dibilang pemalas, itu biasa...

Kalau anda berbaik hati, cobalah cek jam dinding masjid. Jika anda dapati jam tersebut dipercepat 5 menit lebih, tolong betulkan ya . . . 

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Penjara bernama negara



Ini pendapat saya lho, silahkan ndak setuju, silahkan mau dibantah, silahkan pula kalau mau memberi informasi lain, biar pemahaman saya berubah. Silahkan. Tapi tolong, silahkan baca dulu, tanpa rasa sebel, dan rasa gerah yang menyebabkan tumpukan cucian baju anda cepat bertambah karena keringat berlebih.
source : http://www.kabobfest.com/wp-content/uploads/2011/08/nationalism.jpg

Pernyataan saya begini :
Diantara sekian banyak hal-hal baru dalam peradaban manusia sekarang, yang sekarang paling menjengkelkan adalah NEGARA, dengan NASIONALISMEnya. Telinga saya agak gatel kalau dengar orang gembar-gembor perjuangan untuk negara, kemajuan untuk negara, atau demi kesejahteraan bangsa. Saya risih...

Janin baru lahir beberapa detik, kemudian esoknya seorang bayi, dimanapun berada, selama tata administasi formal (perangkat desa lah, minimal) sudah ada ditempat kelahiran bayi, maka bayi tersebut akan segera mendapat status pertama bernama warga NEGARA. Saya sebut status ini sebagai KANDANG, tadinya akan saya sebut penjara, tapi kandang sepertinya lebih pas. Kenapa kandang? karena ada batasan, ada kekang, bagi seorang berstatus warga negara tertentu yang ingin keluar kandang, atau masuk ke kandang lain. Wilayah negara. Batas negaralah yang saya sebut sebagai pagar kandang itu.

Orang-orang dengan nasionalismenya, orang-orang sedunia yang saya bahas, telah membuat batas dan sekat menyebalkan bernama negara. Lihat saja, kalau ingin keluar negeri, perbatasan dijaga ketat, keluar harus dengan passport, visa, dan diluar negri, orang dibedakan menurut tempat lahir (kewarganegaraannya). Ingin masuk berkunjung ke negara lain, harus ada visa, atau ijin dari negara yang akan dikunjungi. Ingin melintas, bahkan sekedar melintas dilangit negara lain, harus ada ijin.

Baiklah, memang ada banyak manfaat dari pendataan warga negara itu. Tapi yang sekarang terjadi terlalu berlebihan.

Parahnya, nasionalisme ini, dan batas negara ini, juga membatasi nilai-nilai universal yang harusnya tak mengenal batas dan wilayah. Nilai-nilai universal itu misalnya, nilai kemanusiaan, nilai persaudaraan karena aqidah / kepercayaan dan moral. Rasa kemanusiaan, terhalang karena batas negara. Banyak negara kemiskinan, dan lebih banyak warga negara lain yang tidak peduli dan tidak tahu. Bahkan persaudaraan karena iman ikut pula terhalang tembok nasionalisme ini.

Para pegiat masjid berteriak-teriak "Free Palestine!!", eh ada yang cuek, "Urusan negara sendiri aja belum beres, kok mikir negara lain".

Ajakan penegakan syariah dan khilafah datang, dijawab : "NKRI harga mati".

Lain lagi kalau urusan sepakbola Indonesia VS Malaysia. Semangat sekali mendukung tim Indonesia. Oke, ini baik. Namun menjadi tidak baik jika dibarengkan dengan rasa permusuhan dengan Malaysia.

Susah untuk mengubah mereka yang overdosis menggunakan nasionalisme. dan meskipun nasionalisme membawa mereka terjun bebas ke jurang, atau ke got sekalipun. tetap saja "NKRI harga mati". Tak peduli mati konyol untuk hal konyol macam ini...

Negara dan nasionalisme . . .  menyebalkan

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Followers!!