Anak Perlu Belajar Mandiri

oleh Mohammad Fauzil Adhim

Secara alamiah, anak sebenarnya cenderung untuk belajar memiliki kemandirian. Ia berusaha menyuapi diri sendiri, meniru kita memasak, pakai sepatu atau pakai baju sendiri, meskipun masih terbalik. Ini semua merupakan kecenderungan awal yang apabila memperoleh kesempatan dari orangtua menjadikan anak memiliki kemandirian, secara luas maupun terbatas. Lebih-lebih jika orangtua member dukungan kepada anak untuk melakukan berbagai hal, termasuk yang masih relatif sulit, secara mandiri.

Tetapi kerap terjadi, orangtua tidak tega melihat anak mengalami kesulitan, sehingga alih-alih sayang anak justru merebut kesempatan anak untuk belajar. Tak jarang orangtua melakukan itu bukan karena sayang, tapi karena tidak sabar atau bahkan gengsi. Menyuapi anak makan misalnya, kadang karena sayang. Tapi tak dapat dipungkiri kerap orangtua menyuapi anak di saat anak sedang ingin belajar menyuapi diri sendiri karena orangtua tidak sabar, menganggap anak kelamaan, atau hanya karena tidak ingin lantainya kotor.

Sikap orangtua yang semacam ini akan memperburuk keadaan jika di saat yang sama anak sedang mengembangkan perilaku merajuk demi memperoleh perhatian yang lebih. Adakalanya anak tidak mau melakukan sesuatu sendiri juga bersebab keasyikan terhadap sesuatu, misalnya nonton TV atau main game. Jika ini dibiarkan, maka bukan saja kemandirian sulit diraih, meskipun untuk perkara yang sederhana. Lebih dari itu juga dapat mendorong anak menjadi pemalas atau mengembangkan rasa tak berdaya karena menganggap diri 'ajiz (lemah karena sial).
Lalu apa saja yang perlu mendapat perhatian kita? Beberapa hal berikut ini semoga bermanfaat:


Kemandirian dalam Keterampilan Hidup

Prinsip pokok menumbuhkan kemandirian dalam soal ini adalah memberi kesempatan. Bukan melatih. Anak secara alamiah memang cenderung berusaha belajar melakukan berbagai keterampilan hidup sehari-hari secara mandiri, semisal makan. Jika kita mengizinkan anak melakukan berbagai aktivitas hidup sehari-hari tersebut secara mandiri, lambat laun akan terampil. Yang kita perlukan hanyalah kesediaan mendampingi sehingga anak tidak melakukan terlalu banyak kesalahan, meskipun kita tetap harus menyadari bahwa untuk mencapai keterampilan perlu latihan yang banyak dengan berbagai kesalahannya.

Makan misalnya, kita melihatnya sebagai keterampilan yang sangat biasa dan tidak istimewa. Tetapi Anda akan terkejut manakala mendapati orang dewasa tidak terampil menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri karena orangtua terlalu memanjakan sehingga senantiasa menyuapi anak hingga dewasa. Ini memang jarang terjadi, tapi kasus anak benar-benar tidak memiliki keterampilan makan hingga ia dewasa itu sungguh-sungguh terjadi.
Kemandirian itu akan lebih meningkat kualitasnya jika orangtua secara sengaja member rangsangan kepada anak berupa tantangan untuk mengerjakan yang lebih rumit dan sulit. Ini bukan saja melatih kemandirian dalam urusan keterampilan hidup sehari-hari, melainkan juga menumbuhkan kemandirian secara emosional.


Kemandirian Psikososial

Bertengkar itu tidak baik. Tetapi menghentikan pertengkaran begitu saja, menjadikan anak kehilangan kesempatan untuk belajar menyelesaikan konflik. Kita memang harus menengahi dan adakalanya menghentikan. Tetapi kita juga harus membantu anak menggali masalanya, merunut sebabnya dan menawarkan jalan keluar kepada anak, baik dengan menunjukkan berbagai alternatif tindakan yang dapat diambil maupun menanyakan kepada anak tentang apa saja yang lebih baik untuk dilakukan.

Apa yang terjadi jika kita bertindak keras terhadap berbagai konflik yang terjadi antar anak? Banyak hal. Salah satunya anak tidak berani mengambil sikap yang berbeda dengan teman-temannya, meskipun dia tahu bahwa sikap itulah yang seharusnya dia ambil. Anak tidak berani menolak ketika temannya mengajak merokok atau mencoba minuman keras. Mengapa? Karena ia dididik untuk tidak berani menghadapi konflik. Padahal kita seharusnya menanamkan pada diri anak sikap untuk mendahulukan prinsip daripada harmoni. Rukun itu penting, tapi hidup dengan berpegang pada prinsip yang benar itu jauh lebih penting. Kita tanamkan kepada mereka: principles over harmony.

Lalu apakah yang harus kita lakukan jika anak sedang bertengkar? Apakah kita biarkan mereka? Tidak. Kita tidak boleh membiarkan. Kita harus menangani. Membiarkan anak bertengkar dengan keyakinan mereka akan mampu menyelesaikan sendiri dapat memicu terjadi situasi submisif, yakni siapa kuat dia yang menang. Dan inilah yang sedang terjadi di negeri kita. Bahkan urusan antre pun, siapa yang kuat dia yang duluan. Dampaknya akan sangat luas dan bisa menakutkan.

Di antara yang dapat kita lakukan dalam kaitan konflik anak dengan temannya adalah menunjukkan kepada mereka tindakan-tindakan yang patut dilakukan oleh anak. Dalam hal ini, aturan dan prosedur sangat membantu anak dalam bertindak. Kita kenalkan anak pada etika agama.
Kita juga dapat melatih kemandirian psikososial anak secara lebih luas. Melatih mereka ke toilet sendiri berikut adab-adabnya, mengajari mereka untuk mencari informasi pada saat sedang berada di luar rumah (semisal di bandara), termasuk komplain yang santun ke Customer Service. Bahkan berbelanja sendiri pun adakalanya perlu kita latihkan agar anak dapat melakukan transaksi dengan baik dan benar.

Apa yang terjadi jika kita layani anak dalam banyak hal? Salah kemungkinannya adalah affluenza. Ini banyak terjadi pada anaknya orang-orang yang sangat kaya sehingga mereka pada akhirnya justru sangat lemah. Mereka hanya terbiasa dituruti. Dalam soal belanja tak terbiasa mengendalikan diri sesuai kebutuhan, bahkan sulit membedakan kebutuhan dan keinginan, sehingga cenderung impulsif. Dan ini mulai banyak terjadi.
Tampaknya bukan masalah. Tapi ketidakmampuan mengendalikan keinginan justru menyebabkan manusia sulit bahagia.


Kemandirian Belajar

Inilah proses serius kita hari ini. Banyak sekolah yang bersibuk mengajari anak agar terampil membaca semenjak usia dini, tapi lupa bahwa yang paling mendasar adalah sikap positif, kemauan yang kuat, dorongan untuk membaca dan bangga dengan kegiatan tersebut. Anak belum mampu membaca saat kelas 1 SD bukan masalah jika mereka telah memiliki antusiasme belajar. Ini jauh lebih penting.

Jika anak memiliki kemauan yang kuat untuk belajar disertai keyakinan (bukan hanya paham) bahwa belajar itu penting, maka kita dapat berharap anak akan cenderung menjadi pembelajar mandiri saat mereka memasuki usia 10 tahun. Mereka memiliki semangat yang semakin menggebu. Sebaliknya jika kita hanya mengajari mereka berbagai kecakapan belajar semisal membaca dan berhitung, maka usia 10 tahun justru menjadi titik balik. Awalnya menggebu-gebu selama kelas 1, berangsur luntur, lalu benar-benar enggan belajar saat memasuki kelas 4 atau 5 SD. Maksudnya, ada yang mencapai titik balik berupa kejenuhan serta keengganan belajar di awal kelas 4, ada yang pertengahan atau akhir kelas 4, ada pula yang kelas 5 baru mengalami.


Kemandirian Emosional

Bekal pokoknya adalah pengenalan diri yang diikuti dengan penerimaan diri. Ini memerlukan peran orangtua dalam mengajak anak untuk mengenali kelebihan-kelebihan, kekurangan, kemampuan dan kelemahannya sendiri. Pada saat yang sama orangtua menunjukkan penerimaan terhadap kekurangan maupun kelemahan anak, tetapi bukan berarti membiarkan anak melemahkan dirinya sendiri. Malas dan enggan mengatasi masalah merupakan bentuk sikap melemahkan diri sendiri. Orangtua juga menunjukkan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Maka tak patut merendahkan orang lain, tak pantas pula meninggikan diri. Lebih-lebih untuk sesuatu yang diperoleh tanpa melakukan usaha apa pun alias sepenuhnya merupakan pemberian semenjak lahir.

Yang juga penting untuk dilakukan adalah mendampingi anak mengenali kebutuhannya. Konon anak kecil pasti akan rewel jika sedang mengantuk sampai-sampai banyak orangtua yang meyakini bahwa rewel merupakan pertanda anak perlu tidur. Tetapi ternyata anak tidak perlu mengalami situasi tersebut jika ia mengenali kebutuhannya. Balita pun tak perlu rewel jika ia telah dapat mengenali kebutuhannya untuk istirahat. Setidaknya ini yang saya catat dari anak saya mulai dari anak ketiga, khususnya lagi sejak anak keempat hingga ketujuh.

Perlu juga mendampingi mereka untuk belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan perlu dipenuhi, meski tak serta-merta. Sedangkan keinginan, adakalanya dapat dituruti, tetapi tetap perlu belajar menahan diri. Semua ini ditumbuhkan bersamaan dengan menguatkan dorongan sekaligus kemampuan bertanggung-jawab, termasuk berkait dengan konsekuensi atas berbagai tindakan mereka.
Wallahu a'lam bish-shawab

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Berjuanglah semampu kalian

Kiriman dr ust Hasmar (Sekretaris Dept Kaderisasi DPP Wahdah Islamiyah):

Mastatho`tum / semampu kalian::.
🍀Adalah `Abdulloh al-`Azzam, seorang syaikh teladan dan anutan. Dihormati lagi disegani oleh para muridnya.

Pada suatu saat beliau ditanya oleh muridnya,
"Ya syaikh, apa yang dimaksud dengan mastatho'tum?"

Sang Syaikh pun membawa muridnya ke lapangan. Meminta semua muridnya berlari sekuat tenaga mengelilingi lapangan semampu mereka. Titik dan waktu keberangkatan sama, akan tetapi waktu akhir dan jumlah putaran setiap murid berbeda.

Satu putaran masih belum terasa. Putaran ke-2 berkurang tenaga. Kini mulai berguguran perlahan di putaran ke-3. Hingga tersisa beberapa saja yang masih berusaha sekuat tenaga. Hingga akhirnya satu persatu merasa lelah, menyerah. Mereka semua pun menepi ke pinggir lapangan, kelelahan. Mereka sudah berusaha sekuat tenaga, semampu mereka.

Setelah semua muridnya menyerah, Sang Syaikh pun tak mau kalah. Beliau berlari mengelilingi lapangan hingga membuat semua muridnya keheranan. Semua murid kaget dan tidak tega melihat gurunya yang sudah tua itu kepayahan. Satu putaran masih berseri-seri. Dua putaran mulai pucat pasi. Tiga putaran mulai kehilangan kendali. Menuju putaran yang ke-4 Sang Syaikh makin tampak kelelahan, raut mukanya memerah, keringat bertetesan, nafas tersengal-sengal tidak beraturan. Tapi beliau tetap berusaha. Terus berlari sekuat tenaga, dari cepat, melambat, melambat lagi, hingga kemudian beliau pun terhuyung tanpa  penyangga. Energinya terkuras habis tak tersisa. Beliau jatuh pingsan, tak sadarkan diri.

Setelah beliau siuman dan terbangun, muridnya bertanya,
"Syaikh, apa yang hendak engkau ajarkan kepada kami?"

"Muridku, inilah yang dinamakan titik mastatho'tum. Titik di mana saat kita berusaha semaksimal tenaga sampai Alloh sendiri yang menghentikan perjuangan kita," jawab Sang Syaikh dengan mantap.

semoga kita dijauhkan dari kemalasan, dari lemahnya 'azzam, dari kecilnya kontribusi kita.

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Sebuah renungan

Dikisahkan bahwa suatu malam Sultan Murod Ar-Rabi` mengalami kegundahan yang sangat, dan dia tdk mengetahui sebabnya.

Maka  Sang Sultan memanggil kepala penjaga/sipir dan memberitahukan ttg keadaannya yg sedang gundah,
Dan memang merupakan kebiasaan Sultan bahwa dia sering memeriksa keadaan masyarakat/rakyatnya secara sembunyi-sembunyi.
Maka Sultan berkata kpd Kepala Sipir : Mari kita keluar, jalan-jalan di antara penduduk (guna memeriksa dan memantau keadaan mereka).

Mereka pun berjalan hingga sampailah di sebuah penghujung desa, dan Sultan melihat seorang pria tergeletak di atas tanah.
Sultan menggerak-gerakknnya (utk memeriksa) dan ternyata pria tsb telah tewas.

Namun anehnya orang-orang yang melintasi dan berlalu lalang di sekitarnya tdk memperdulikannya.

Maka Sultan pun memanggil mereka, tapi mereka tdk mengetahui Sang Sultan,
Mereka berseru : Ada apa?
Sultan : Kenapa pria ini tewas dan tdk seorangpun yang membawanya? Siapa dia? Dan diman keluarganya?

Mereka berujar : Ini orang zindiq, suka minum khomar, pezina.

Sultan menimpali : Namun bukankah dia dari golongan umat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam?
Ayo bawa dia ke rumah keluarganya.

Maka mereka pun membawanya.

Ketika sampai di rumah, istrinya pun melhatnya dan langsung menangis.
Dan orang-orangpun mulai beranjak pergi, kecuali Sang Sultan dan Kepala Sipir.

Di tengah tangisan si wanita (istri si mayit), dia berseru kepada Sultan (namun wanita tsb tdk mengetahuinya) : Semoga Allah merahmatimu wahai wali Allah, aku bersaksi bahwa engkau sungguh wali Allah.

Maka terheranlah Sultan Murod dgn ucapan wanita tsb, dan berkata : Bagaimana mungkin aku termasuk wali Allah sementara orang-orang berkata buruk thd si mayyit, hingga mereka enggan mengurusi mayatnya.
(Pen, Sultan merasa heran, bagaimana mungkin seorang zindiq ditolong oleh wali Allah)

Wanita pun menjawab : Aku sudah duga hal itu,

Sungguh suamiku setiap malam pergi ke penjual arak/khomar lantas  membeli seberapa banyak yang dia bisa beli, kemudian membawanya ke rumah kami dan menumpahkan seluruh khomar ke toilet, dan dia (suami) berkata : Semoga aku bisa meringankan keburukan khomar dari kaum muslimin.

Suamiku juga selalu pergi kepada para zaniah/pelacur dan memberinya uang, dan berkata : malam ini kau ku bayar dan jangan kau buka pintu rumahmu (utk melacur) hingga pagi,

Kemudian suamiku kembali ke rumah dan berujar : Alhamdu lillah, semoga dgn itu aku bisa meringankan keburukannya ( pelacur) dari pemuda-pemuda muslim malam ini.

Namun sementara orang-orang menyaksikan dan mengetahui bahwa suamiku membeli khomar, dan masuk ke rumah pelacur,
Dan lantas mereka membicarakan suamiku dgn keburukan.

Pernah suatu hari aku berkata pada suamiku : Sungguh jika seandainya engkau mati, maka tdk akan ada orang yang akan memandikanmu, menyolatkanmu, dan menguburkanmu.

Suamikupun tersenyum dan menjawab : Jangan khawatir Sayangku... Sultan/Pemimpin kaum muslimin lah yang akan menyolatkanku beserta para ulama dan pembesar-pembesar negeri lainnya.

(Setelah mendengarnya) Sultan pun menangis lantas berkata : Suamimu benar,
Demi Allah aku adalah Sultan Murod Ar-Robi`,
Dan besok kami akan memandikan suamimu, menyolatkannya dan menguburkannya.

Dan diantara yang menyaksikan jenazahnya adalah Sultan Murod, para ulama, para masyayikh dan seluruh penduduk kota.

Maha Suci Allah, kita hanya bisa menilai orang dgn hanya melihat penampilan dan kulit luarnya dan kita pula hanya mendengar omongan orang.

Maka sendainya jika kita mampu bijak, kita akan memandang dan menilai orang dari kebersihan hatinya,
Maka niscaya lisan kita akan kelu membisu dari menceritakan keburukan orang lain..

Subhanallaah....Smg Qt bs mengambil ibroh \ contoh teladan Salam SEMANGAT SUKSES BAHAGIA.

*copas dari grup whatsapp, belum diperiksa kebenaran kisahnya

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Seperti Anak Panah, Dimundurkan Untuk Melesat Ke Depan

Pernahkah kita mengalami suatu keadaan yang membuat hidup kita seperti ditarik mundur, jauh dari harapan?

Pernahkah kita melihat orang-orang yang dulunya berapi-api tiba-tiba seperti kehilangan semangat bahkan lenyap dari peredaran?

Pernahkan kita melihat atau bahkan merasakan bahwa orang-orang yang pernah kita lihat (atau bahkan diri kita sendiri) mengalami kemunduran itu, lalu tiba-tiba melesat cepat ke depan dan meraih banyak hasil?

Kita seperti anak panah di tangan Allah SWT...! Ada masa-masa anak panah itu melesat cepat terlepas dari busurnya menuju sasaran yang dimaksudkan.

Ada masanya anak-anak panah itu harus istirahat dalam kantong-Nya. Namun di saat yang diperlukan, anak panah itu akan dipasang dalam busur-Nya ditarik kebelakang.. Sejauh mungkin untuk mencapai suatu sasaran.

Semakin jauh tarikannya, semakin jauh pula jarak yang akan ditempuh. Semakin panjang rentang busur menarik ancang-ancang, makin cepat pula anak panah itu melesat.

Jadi...

Jika kita seperti dalam keadaan yang mundur, bersabarlah : Mungkin Allah SWT tengah meletakkan kita di busur-Nya. Menarik kita jauh-jauh ke belakang, agar di saat kita dilepaskan, akan memiliki daya dorong yang kuat untuk mencapai sasaran. Dan jika kita melihat seorang teman seperti tengah mengalami kemunduran, jangan buru-buru menghakimi dengan mengatakan "Apinya telah padam" atau.. "Jangan-jangan dia ada kesalahan.."

Jadilah teman yang baik, yang mendampingi di saat teman kita sedang "dimundurkan" karena dengan demikian kita ikut menjaganya agar tidak sampai putus asa dan terkulai.

Kamu, aku, dia, mereka... adalah anak-anak panah ditangan Allah SWT..!

Hidup untuk mencapai suatu sasaran yang sudah ditetapkan.

Tetaplah semangat, tetaplah bersabar, tetaplah tekun dalam kebenaran, karena setelah kesulitan pasti ada kemudahan...

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Followers!!