Ramadhan sudah berlalu, syawal sudah didepan meja makan kita!!
Yups, saat bulan suci nan mulia lagi agung, Ramadhan, tubuh kita telah menjalani serangkaian proses perbaikan dan pembersihan. Yang paling mendapatkan porsi pembersihan adalah sistem pencernaan kita. Kemudian, datanglah Syawal, disertai tangis sedih dan haru karena ditinggalkana oleh bulan Ramadhan, Syawal pun menyambut dengan suka cita dan limpahan makanan dari berbagai macam penjuru nusantara yang dibawa oleh saudara-saudara dari seluruh pelosok negeri.
Terus? kaitannya sama Hilal apa nih?
Hilal itu penentu kapan kita memasuki bulan baru dalam kalender islam. Dan itu sangat berdampak pada kapan kita melakukan ibadah-ibadah yang tertentu waktunya, seperti puasa, wukuf saat haji, dll. Kenapa ada begitu banyak perbedaan dalam penentuan 1 syawal 1430 H kemarin?
Ada sedikitnya 3 hari yang dianggap sebagai satu syawal menurut sebagian orang. Bagaimana menurut anda? itu terserah anda...
Mari coba lihat dari sudut pandang lain, pertama-tama kita jernihkan pikiran, lapangkan dada, anggap kita tidak mengetahui apa-apa sebelum mulai membaca. Dan liat-liat sudah berapa rupiah yang anda keluarkan untuk ke warnet, dan sikronkan dengan kondisi finansial anda. Selamat membaca...
Orang matematika memulainya dari definisi :
Hilal adalah penampakan bulan dengan mata telanjang yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami konjungsi.
(wikipedia indonesia)
Konjungsi?
Konjungsi adalah peristiwa yang terjadi saat jarak sudut (elongasi) suatu benda dengan benda lainnya sama dengan nol derajat.
Konjungsi dalam hal ini merupakan peristiwa saat matahari dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Pada saat tertentu, konjungsi ini dapat menyebabkan terjadinya gerhana matahari.
Konjungsi dalam hal ini merupakan peristiwa saat matahari dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Pada saat tertentu, konjungsi ini dapat menyebabkan terjadinya gerhana matahari.
yang masih bingung boleh bertanya ke mbah google dulu...
Jadi setelah konjungsi, hilal akan nampak, biasanya pengamatan terhadap hilal dilakukan menjelang matahari terbenam. Jika hilal cukup tinggi maka penampakan hilal, seperti pada gambar di atas akan terlihat di atas matahari yang akan terbenam. Ini terjadi jika waktu konjungsi cukup jauh dengan waktu matahari terbenam. Ingat, kecepatan gerak matahari lebih cepat dari bulan, relatif dilihat dari bumi.
secara TEKNIS, dengan pengetahuan astronomi, didukung perhitungan matematis dan berbagai model simulasi yang ada, orang dapat menghitung dan memperkirakan secara cukup akurat mengenai hilal.
ada software gratisnya kalau tertarik untuk mencoba simulasi gerak benda langit dilihat dari bumi. silahkan download gratis software stelarium di
kunjungi web stellarium.org
Maka sebagian orang terbagi menjadi 2 kubu dalam penentuan kapan bulan baru dimulai.
versi HISAB(perhitungan dan prediksi) dan Versi RUKYAH (pengamatan/observasi)
kalau ada yang mempunyai metode penentuan lain, ... , tidak saya bahas di sini.
seringkali keduanya sinkron, atau tepat sama dalam menentukan bulan baru.
Dan seringkali juga tidak sinkron, meski hanya berbeda 1 hari.
Bagaimana menurut anda?
Jika terjadi misalnya, hilal diperhitungkan akan nampak pada tanggal 02-januari-1990, namun ketinggiannya hanya 0,5 derajat di atas ufuk ketika matahari terbenam.
metode hisab jelas mengatakan hilal sudah nampak (dalam perhitungannya), namun kemungkinan besar tidak dapat diamati, atau metode Rukyah mengatakan hilal belum terlihat.
Metode hisab mengatakan malam hari tanggal 2 januari 1990 itu
tanggal satu bulan xx di kalender hijriah.
Metode rukyah mengatakan malam hari tanggal 2 januari 1990 itu
belum memasuki tanggal 1.
(tanggal baru islam/hari baru islam dimulai saat terbenan matahari)
Tentunya saya punya pendapat, dan saya lebih condong kepada metode pengamatan atau rukyah / rukyatul hilal. Meski dahulu, waktu masih sekolah berseragam, saya mengikuti metode hisab (dulu mengatasnamakan intelektualitas).Seorang saudara dari ITB, jurusan astronomi memberikan wawasan baru dan pemikiran baru tentang pendapat ini.
terkait hal teknis dan nonteknis
ringkasnya, contoh hal-teknis :
orang tahu cara memasak makanan, mengolah makanan, memperoduksi makanan, dan hal ini tidak diberikan petunjuk yang detil dalam Al-Qur'an dan Sunnah tentangNya
dan hal non-teknisnya
Allah mengharamkan beberapa jenis makanan, seperti daging babi, khamr, darah, bangkai, sembelihan yang ridak sesuai syariat islam,
Kita, DENGAN PROSES APAPUN, dengan kemajuan teknologi secanggih apapun,
Kita TIDAK DAPAT mengubas status daging babi menjadi halal, meski daging tersebut sangat higienis, sangat bersih, sangat sehat, dan sangat lezat.
Ia tetap haram.
Justru kondisi non-teknislah yang memungkinkan daging babi menjadi halal, yaitu dalam kondisi gawat darurat, dan juga karena terpaksa, dan konsumen pun tidak berlebihan.
Jelas kondisi ini bukan kondisi teknis yang sengaja di ciptakan. Ya taK?
contoh lain, pakaian, teknisnya : cara pembuatan, cara pembuatan model, gimana jahitnya
non-teknisnya : ada dalil yang melarang pria mengenakan sutra, kita diharusnya menutup aurat, dst
mudahnya (mungkin) hal teknis itu terkait dengan cara kita melakukannya yang didalamnya kita di beri kebebasan dan kita memiliki kewenangan ikhtiar di dalamnya
non-teknis : adanya batasan dan adanya petunjuk yang biasanya terbatas agar kita tidak terlalu bebas dan berlebihan.
oke, belum capek kan bacanya, sya udah pegel nih ngetiknya...
Kaitannya dengan hilal, ada beberapa petunjuk tentang cara penentuannya
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2] : 185)
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Jika kalian melihatnya (hilal bulan Romadhon) maka berpuasalah. Dan jika kalian melihatnya (hilal bulan Syawwal) maka berhari rayalah, akan tetapi jika ia (hilal) terhalang dari pandangan kalian maka kira-kirakanlah”, dalam riwayat lain “…maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhori dan Muslim)
saya mengutip artikel dari
http://ruqyah-online.blogspot.com/2008/08/menentukan-awal-ramadhan-dengan-hilal.html
Menentukan Awal Ramadhan dengan Hisab
Para pembaca sekalian, perlu diketahui bersama bahwasanya mengenal hilal adalah bukan dengan cara hisab (menghitung posisi bulan yang merupakan bagian dari ilmu nujum) sebagaimana yang dilakukan oleh berbagai organisasi Islam saat ini. Namun yang lebih tepat dan sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melihat/mengenal hilal adalah dengan ru’yah (yaitu melihat bulan langsung dengan mata telanjang). Karena Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi contoh dalam kita beragama telah bersabda,
“Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan bahwa yang dimaksud hisab di sini adalah hisab dalam ilmu nujum (perbintangan).
Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengenal ilmu hisab sama sekali. Dan perlu diketahui pula bahwa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah ada ilmu hisab, namun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menggunakannya. Ingatlah, petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –lah yang benar dan merupakan sebaik-baik petunjuk. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengatakan sesuatu berdasarkan hawa nafsunya. Perkataan beliau adalah wahyu Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tiadalah yang Nabi ucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu Allah yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm [53] : 3-4)
Perhatikan pula bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengaitkan hukum masuknya bulan ramadhan dengan hisab sama sekali sebagaimana beliau jelaskan dalam hadits di atas (yaitu ‘Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari‘). Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan kita untuk bertanya pada ahli hisab (pakar ilmu nujum). Beliau memerintahkan kita -apabila tidak terlihat hilal- untuk menggenapkan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. Demikianlah bulan hijriyah, jumlah hari di dalamnya tidak mungkin lebih dari 30 hari dan tidak mungkin kurang dari 29 hari. Sehingga para ulama mengatakan bahwa yang lebih tepat dalam melihat hilal adalah dengan ru’yah dan bukan dengan hisab.
akhir dri kutipan
Sedangkan dalil tentang menggunakan metode hisab sebagai penentu masuknya suatu bulan tidak ada.
Apakah saat itu ilmu astronomi sedemikian lemahnya? ataukah kita mengira islam tidak memprediksikan tentang hal ini?
Ataukah islam tidak menghargai jerih payah ilmuwan yang belajar tentang astronomi? atau hal-hal yang berkaitan dengan itu?
Saya menjawabnya dari segi... psikologis mungkin...
pembenaran metode hisab akan menyebabkan orang terlalu percaya dan mengagungkan metode perhitungan dan ilmu pengetahuan manusia. dan seringkali melupakan hal-hal non-teknis lainnya.
Bahkan sampai sekarang pun, ilmuwan masih berkutat dengan sekian banyak misteri di alam semesta yang belum di ungkapkan dengan ilmu yang dimiliki. Dan sampai kapanpun, ilmu manusia tidak akan sanggup untuk mengetahui dan menyingkap tatanan luar biasa alam semesta, dan tidak akan mampu mengetahui ilmu Allah ta'ala yang tak berhingga.
Saya melihat, pemilihan metode ini membimbing kita, mengajarkan kepada kita, bahwa
kita dituntut untuk rendah hati, rendah diri terhadap ilmu. Agar kita tidak sombong, mengira bahwa "untuk apa bersusah payah melakuakan rukyah? Kan tinggal di hitung saja... Kan sudah banyak alat-alat canggihnya...".
Saya kira bukan karena membuat kita bersusah payah, sekali lagi, untuk menundukan kesombongan kita. Bahkan di tengah kejelasan dalil yang ada, dalam beragam hal, logika manusia seringkali maju menerjang semua dalil yang ada.
perlu saya mengingatkan bahwa, beragam model simulasi gerak itu, pasti mempunyai asumsi-asumsi yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. sama seperti kita mengerjakan soal hukum newton, kita sering mengabaikan gaya gesek, padahal ia ada dan pasti mempengaruhi gerak. Begitu juga pada stelarium, atau model perhitungan astronomi yang ada, pasti memiliki asumsi-asumsi. Seperti asumsi bahwa gerak bulan tidak dipengaruhi oleh benda-benda di luar tata surya misalnya?? Padahal kita tahu matahari sendiri terseret oleh gravitasi dari pusat galaksi. tentu asumsi itu memberikan dampak.
Jadi, ketinggian hilal yang kita prediksikan pada 0.5 derajat di atas, itu bisa meleset, bisa jadi belum, atau bisa jadi sudah lebih dari 2 derajat sebenarnya.
Kenapa kita masih PEDE dengan keterbatasan ilmu kita untuk dengan angkuhnya menghitung hilal, tanpa mau melakukan observasi, meskipun dalil dengan jelas mengatakan mendukung metode observasi?
Letakkan bongkahan keangkuhan dan kesombongan di hati kita, jadikan Al-Qur'an dan Sunnah menjadi cara berfikir kita, jadikan keduanya menjadi pertimbangan kita, jadikan kecintaan terhadap Allah dan Rasul menjadi pembimbing kita.
Agama kadang tidak dapat di logika, tetapi cobalah gunakan hati, gunakan nurani, niscaya agama ini akan lebih membuat kita bahagia.
Sederhana Dengan Sunnah Lebih Baik
Sunnah/ajaran Nabi sudah jelas dan apa yang bukan ajaran Nabi juga sudah nampak. Apakah kita merasa berat untuk melaksanakannya? Bukankah Ibnu Mas’ud rodhiyallohu anhu mengatakan, “Bersikap sederhana di atas Sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh tapi di atas bid’ah”. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Sekali-kali tidak, demi Robbmu, pada hakekatnya mereka belum beriman sampai mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim dalam apa yang diperselisihkan diantara mereka, kemudian mereka tidak menaruh rasa berat pada diri mereka terhadap apa yang sudah kamu putuskan dan mereka pasrah dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65)
Sunnah/ajaran Nabi sudah jelas dan apa yang bukan ajaran Nabi juga sudah nampak. Apakah kita merasa berat untuk melaksanakannya? Bukankah Ibnu Mas’ud rodhiyallohu anhu mengatakan, “Bersikap sederhana di atas Sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh tapi di atas bid’ah”. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Sekali-kali tidak, demi Robbmu, pada hakekatnya mereka belum beriman sampai mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim dalam apa yang diperselisihkan diantara mereka, kemudian mereka tidak menaruh rasa berat pada diri mereka terhadap apa yang sudah kamu putuskan dan mereka pasrah dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65)
Yang penting AKSI, bukan hanya BICARA dan kebanyakan MIKIR!!!
Hiasi amalan wajibmu dengan segala keutamaannya,
Lakukan sunnah dengan semangat, dan jangan pedulikan Bid'ah!!
http://alloh-only.blogspot.com
Teruslah menjadi seorang pejuang!!
14 comments
Comment by aRi isTiadi on 30 September 2009 pukul 09.59
mantabz nih artikelnya
jgn lupa mampir
Comment by Anonim on 30 September 2009 pukul 10.00
subhanallah, benar2 artikel yang sangat bagus...
kapan2 dishare ke blog aku aja ^_^
Comment by Anonim on 30 September 2009 pukul 10.03
Terus berdakwah. Salam ukhuwah
Comment by dihan on 30 September 2009 pukul 10.14
nice blog....care to link exchange?
Comment by mas doyok on 30 September 2009 pukul 10.19
bagus mas
saya jujur NU
jad ya hilal
Comment by Anonim on 30 September 2009 pukul 10.25
ayo sinau bareng
Comment by Admin nih!! on 30 September 2009 pukul 10.37
Admin Nih :
Untuk Mas Doyok,
sya berpendapat terlepas dari apakah saya NU ataupun MU, ataupun organisasi apapun, (karena memang gak/belum ikut begituan),
tapi acuannya ya dalil yang paling rojih / kuat, itu yang saya ambil,
ANTI TAKLID BUTA deh pokoknya
Dan tahukah kawan? Bahwa islam itu tidak bermazhab?
http://alloh-only.blogspot.com
Comment by Ma'rufin on 16 Desember 2009 pukul 12.09
Sedikit koreksi mas, konjungsi itu terjadi ketika Matahari dan Bulan menempati garis bujur ekliptika yang sama. Pada kondisi konjungi, elongasi Bulan dan Matahari tidak selalu nol derajat, kecuali pada saat Gerhana Matahari Total.
Sedikit koreksi juga, diskursus hisab vs rukyat dalam astronomi sebenarnya sudah berakhir mas. Karena sudah sama-sama dipahami bahwa perbedaan antara hisab vs rukyat lebih disebabkan oleh perbedaan kriteria.
Comment by Al Hikmah Blog | Website Masjid on 1 Agustus 2012 pukul 01.16
Berkunjung, Silaturahim
Comment by obat jantung bocor pada bayi on 5 Desember 2012 pukul 01.07
Terima kasih atas pencerahannya.
Comment by Obat herbal gagal ginjal on 5 Desember 2012 pukul 01.11
Sungguh saya merasa beruntung bisa mampir kesini, banyak pelajaran yang saya bisa ambil dari sini.
Comment by OBAT HERBAL STROKE on 5 Desember 2012 pukul 01.19
salam kenal, salam sukses juga.
Comment by Unknown on 21 Maret 2017 pukul 14.55
thanks for information and succesfull Ramuan Obat Wasir Dengan Daun Sirih Merah dan Handeleum
Comment by Anonim on 28 Maret 2017 pukul 15.04
thanks for information and succesfull
Ketahui Fungsi Penting Dari Organ Limpa Dalam Tubuh
Obat Pembesaran Limpa Alami Tanpa Operasi
Sumber Asupan Kalium Yang Cukup Bagi Kesehatan Tubuh
pengobatan epilepsi
harga Jelly Gamat perbotol
silahkan saran dan kritiknya, pakai name dan URL lebih baik